Latar Belakang
Penyelenggaraan pembelajaran merupakan salah satu
tugas utama guru, di mana pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan
yang ditunjukkan untuk membelajarkan siswa. Untuk dapat membelajarkan siswanya,
salah satu cara yang dapat ditempuh oleh guru ialah dengan menerapkan
pendekatan CBSA dan pendekatan keterampilan proses (PKP) dalam proses
pembelajaran. Baik CBSA maupun PKP merupakan pendekatan pembelajaran yang
tersurat dan tersirat dalam kurikulum yang berlaku.
Anda sebagai seorang calon
guru, tentunya berkepentingan untuk mengetahui apa dan bagaimana pula PKP.
Sebagai calon tenaga profesional, Anda tentunya bertanya mengapa CBSA dan PKP?
A. Pengertian Pendekatan CBSA
Setiap proses pembelajaran
pasti menampakkan keaktifan orang yang belajar atau siswa. Pernyataan ini tidak
dapat kita bantah atau kita tolak kebenarannya. Adanya kenyataan ini,
menyebabkan sulitnya mendifinisikan pengertian pendekatan CBSA secara tepat.
Kepastian adanya keaktifan siswa dalam setiap proses pembelajaran, memberikan
kepastian kepada kita bahwa pendekatan CBSA bukanlah suatu hal yang dikotomis.
Hal ini berarti, setiap peristiwa pembelajaran yang diselengarakan oleh guru
dapat dipastikan adanya penerapan pendekatan CBSA dan tidak mungkin tidak
terjadi penerapan pendekatan CBSA dalam peristiwa pembelajaran.
Keaktifan siswa dalam peristiwa
pembelajaran mengambil beraneka bentuk kegiatan, dari kegiatan fisik yang mudah
diamati sampai kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik yang dapat
diamati di antaranya dalam bentuk kegiatan membaca, mendengarkan, menulis,
meragakan, dan mengukur. Sedangkan contoh-contoh kegiatan psikis seperti
mengingat kembali isi pelajaran pertemuan sebelumnya, menggunakan khasanah
pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, menyimpulkan
hasil eksperimen, membandingkan satu konsep dengan konsep yang lain, dan
kegiatan psikis lainya. Namun demikian, semua kegiatan tersebut harus dapat
dipulangkan kepada suatu karakteristik, yaitu keterlibatan intelektual - emosional
siswa dalam kegiatan pembelajaaran. Keterlibatan tersebut terjadi pada waktu
kegiatan kognitif dalam pencapaian atau perolehan pengetahuan, pada saat siswa
mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan, dan sewaktu siswa
menghayati dan menginternalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai.
Dengan kata lain, keaktifan dalam pendekatan CBSA menunjukan kepada keaktifan
mental, baik intelektual maupaun emosional, meskipun keterlibatan langsung dalam
berbagai bentuk keaktifan fisik.
Berdasarkan uraian dalam
dua alenia sebelumnya, dapatlah kiranya kita mengambil kesimpulan mengenai
pengertian pendekatan CBSA. Di mana pendekatan CBSA dapat diartikan sebagai
anutan pembelajaran yang mengarah kepada pengoptimalisasian pelibatan
intelektual - emosional siswa dalam proses pembelajaran, dengan pelibatan fisik
siswa apabila diperlukan. Pelibatan intelektual – emosional / fisik siswa serta
optimalisasi dalam belajar memperoleh dan memproses perolehan belajarnya
tentang pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai.
B. Rasionalisasi CBSA Dalam Pembelajaran
Kita telah memasuki ambang
“masyarakat belajar”, yaitu masyarakat yang menghendaki pendidikan masa seumur hidup.
Untuk mempersiapkan siswa menghadapi hal tersebut, kita perlu memikirkan
jawaban atas pertanyaan : Cara-cara bagaimana siswa memperoleh dan meresapkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi kebutuhannya? Dengan kata
lain, guru hendaknya tidak hanya menyibukan dirinya dengan penting dari pada
itu, guru hendakanya memikirkan cara siswa belajar.
Untuk menjawab
permasalahan yang terkandung dalam pertanyaan di atas, perlu kiranya mengkaji
konsep belajar. John Dewy misalnya menekankan bahwa : “Oleh karena belajar
menyangkut apa yang harus dikerjakan murid - murid untuk dirinya sendiri, maka
inisiatif harus datang dari murid - murid sendiri. Guru adalah pembimbing dan pengarah,
yang mengemudikan perahu, tetapi tenaga untuk menggerakkan perahu tersebut
haruslah berasal dari murid yang belajar”.
Sedangkan Gage dan
Berliner secara sederhana mengungkapkan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai
suatu proses yang membuat seseorang mengalami perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman yang diperolehnya.
Dari batasan belajar yang
dikemukakan oleh Dewey serta Gage dan Berliner, kita dapat menandai bahwa
belajar merupakan suatu proses yang melibatkan manusia secara orang per orang sebagai
satu kesatuan organisasi sehingga terjadi perubahan pada pengetahuan, keterampilan,
dan sikapnya. Dengan demikian, dalam belajar orang tidak mungkin melimpahkan
tugas - tugas belajarnya kepada orang lain. Orang yang belajar adalah orang
yang mengalami sendiri proses belajar.
Walaupun telah lama kita
menyadari bahwa belajar memerlukan keterlibatan secara aktif orang yang
belajar, kenyataan masih menunjukan kecenderungan yang berbeda. Dalam proses
pembelajaran masih tampak adanya kecenderungan meminimalkan peran dan
keterlibatan siswa. Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa
lebih banyak berperan dan terlibat secara pasif, mereka lebih banyak menunggu
sajian dari guru dari pada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan,
keterampilan, serta sikap yang mereka butuhkan. Apabila kondisi proses
pembelajaran yang memaksimalkan peran dan keterlibatan guru serta meminimalkan
peran dan keterlibatan siswa terjadi pada pendidikan dasar, termasuk pada
sekolah dasar akan mengakibatkan sulit tercapainya tujuan pendidikan dasar
yakni meletakan dasar yang dapat yang lebih tingi, di samping kemampuan dan
kemauan untuk belajar terus - menerus sepanjang hayatnya.
Bertolak dari pemikiran
yang terkandung dalam konsepsi pendidikan seumur hidup dan konsepsi belajar
serta kenyataan proses pembelajaran,
maka peningkatan penerapan CBSA merupakan kebutuhan yang harus segera dipenuhi.
Guru hendaknya tidak lagi mengajar sekedar sebagai kegiatan menyampaikan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kepada siswa. Guru hendaknya mengajar
untuk membelajarkan siswa dalam konteks belajar bagaimana belajar mencari,
menemukan, dan meresapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Dengan penerapan CBSA,
siswa diharapkan akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar
dan potensi yang dimilikinya secara penuh, menyadari dan dapat menggunakan
potensi sumber belajar yang terdapat di sekitaranya. Selain itu, siswa
diharapkan lebih terlatih untuk berprakarsa, berfikir secara teratur, kritis,
tanggap dan dapat menyelesaikan masalah sehari-sehari, serta lebih terampil dalam menggali, menjelajah, mencari,
dan mengembangkan informasi yang bermakna baginya. Pencapaian keadaan siswa
yang diharapkan melalui penerapan CBSA ini, akan memungkinkan pembentukan
sebagai “pengabdian abadi pencarian kebenaran ilmu”.
Di sisi yang lain, dengan
penerapan CBSA, guru diharapkan bekerja secara profesional, mengajar secara
sistemis, dan berdasarkan prinsif didaktif metodik yang berdaya guna dan
berhasil guna (efisien dan efektif). Artinya, guru dapat merekayasa sistem
pembelajaran yang mereka laksanakan secara sistematis, dengan pemikiran mengapa
dan bagaimana menyalenggarakn kegiatan pembelajaran aktif. Lambat laun penerapan CBSA pada
gilirannya akan mencetak guru-guru yang potensial dalam menyesuaikan diri
terhadap perubahan lingkungan alam dan sosial budaya.
C. Kadar CBSA Dalam Pembelajaran
Berdasarkan
pembahasan sebelumnya, kita dapat menandai adanya rentangan derajat / kadar
ke-CBSA-an dari peristiwa pembelajaran. Rentangan (kontinum) ini terjadi
sebagai akibat dari adanya kecenderungan peristiwa pembelajaran, yakni
pembelajaran yang berorientasi pada guru dan pembelajaran yang berorientasi
pada siswa. CBSA akan lebih tampak dan menunjukkan kadar yang tinggi apabila
pembelajaran lebih berorientasi kepada siswa, dan akan terjadi sebaliknya bila
arah pembelajaran cenderung berorientasi kepada guru.
Mc Keachie mengemukakan 7
(tujuh) dimensi yang mengakibatkan terjadinya kadar ke-CBSA-an.
Adapun dimensi - dimensi yang
dimaksud adalah:
(i)
Partisipasi siswa dalam menetapkan
tujuan kegiatan pembelajaran,
(ii)
Tekanan pada aspek afektif dalam
belajar,
(iii)
Partisipasi siswa dalam kegiatan
pembelajaran, terutama yang berbentuk interaksi antarsiswa.
(iv)
Kekohesifan (kekompakan) kelas
sebagai kelompok,
(v)
Kebebasan atau lebih tepat kesempatan yang diberikan
kepada siswa untuk mengambil keputusan - keputusan penting dalam kehidupan
sekolah, dan
(vi)
Jumlah waktu yang digunakan untuk
menanggulangi masalah pribadi siswa, baik yang berhubungan maupun yang tidak
berhubungan dengan sekolah / pembelajaran.
Yamamoto meninjau
ke-CBSA-an suatu proses pembelajaran dari segi kesadaran siswa dan guru yang
terlibat di dalamnya.
Lebih jauh Yamamato
mengungkapkan bahwa proses pembelajaran yang optimal terjadi apabila siswa yang
belajar maupun guru yang membelajarkan memiliki kesadaran dan kesengajaan
terlibat alam proses pembelajaran pada diri siswa dan guru akan dapat
memunculkan berbagai interaksi pembelajaran.
Lindgren mengemukakan 4
(empat) kemungkinan interaksi pembelajaran, yakni:
(i) Interaksi satu arah, di
mana guru bertindak sebagai penyampai pesan dan siswa penerima pesan.
(ii) Interaksi dua arah antara
guru siswa, di mana guru memperoleh
balikan dari siswa.
(iii) Interaksi dua arah antara guru siswa, di mana
guru mendapat balikan dari siswa. Selain itu, siswa saling berinteraksi atau
saling belajar satu dengan yang lain.
(iv) Interaksi optimal antara
guru - siswa, dan antara siswa - siswa.
Raka Joni mengungkapakan
bahwa sekolah yang ber-CBSA dengan baik mempunyai karakteristik berikut:
(1) Pembelajaran yang
dilakukan lebih berpusat pada siswa, sehingga siswa berperan lebih aktif dalam
mengembangkan cara-cara belajar mandiri, siswa berperan serta pada perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian proses belajar, pengalaman siswa lebih utamakan
dalam memutuskan titik tolak kegiatan.
(2) Guru adalah pembimbing
dalam terjadinya pengalaman belajar, guru bukan satu-satunya sumber informasi,
guru merupakan salah satu sumber belajar, yang memberikan peluang bagi siswa
agar dapat memperoleh pengetahuan / keterampilan melalui usaha sendiri, dapat
mengembangkan motovasi dari dalam dirinya, dan dapat mengembangkan pengalaman
untuk membuat suatu karya.
(3) Tujuan kegiatan tidak
hanya untuk sekedar mengejar standar akademis, selain pencapaian standar
akademis, kegiatan ditekankan untuk mengembangkan kemampuan siswa secara utuh
dan seimbang.
(4) Pengelolahan kegiatan
pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa, dan memperhatikan
kemajuan siswa untuk menguasai konsep -konsep
dengan mantap.
(5) Penilaian, dilaksanakan
untuk mengamati dan mengukur kegiatan dan kemajuan siswa, serta mengukur
berbagai keterampilan yang dikembangkan misalnya keterampilan berbahasa,
keterampilan sosial, keterampilan metematika, dan keterampilan proses dalam IPA
dan keterampilan lainnya, serta mengukur hasil belajar siswa.
Berdasarkan pembahasan
sebelumnya, dapat dikatakan secara singkat bahwa kadar CBSA bergantung pada dan
dipengaruhi oleh keaktifitasan siswa dalam merencanakan, melaksanakan, dan
menilai proses pembelajaran dan hasil pembelajaran dan hasil pembelajaran.
Keaktifitasan siswa diharapkan menampak
secara nyata terutama pada saat pelaksanaan proses pembelajaran, baik
secara perorangan ataupun secara kelompok. Keterlibatan secara aktif tersebut
mencakup keterlibatan fisik maupun intelektual emosional.
D. Rambu-Rambu Penyelengaraan CBSA
Hakikat CBSA adalah
keterlibatan intelektual - emosional
siswa secara optimal dalam proses pembelajaran; dan setiap proses pembelajaran
memiliki kadar CBSA yang berbeda-beda. Agar kita dapat menemukan kadar CBSA
dari suatu proses pembelajaran, maka perlu mengenal terlebuh dahulu rambu – rambu
penyelenggraan CBSA. Yang dimaksud dengan rambu - rambu CBSA adalah gejala - gejala
yang tampak pada perilaku siswa dan guru dalam program maupun dalam proses
pembelajaraan.
Rambu-rambu yang dimaksud
adalah :
(1) Kuantitas dan kualitas
pengalaman yang membelajarkan, meliputi antara lain:
- Kuantitas
dan kualitas aktifitas yang melibatkan siswa uantuk belajar
langsung dari pengalaman belajar yang diciptakan,
-
Kuantitas dan kualitas bahan
pembelajaran yang memberikan pengalaman
belajar kepada siswa untuk memperoleh
dan menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan.
(2) Prakarsa dan
keberanian siswa dalam mewujudkan minat, keinginan, dan dorongan - dorongan
yang ada pada dirinya, meliputi antara lain:
-
Kuantitas dan kualitas usul dan saran
dari siswa terhadap bentuk kegiatan belajar yang diamati,
-
Kuantitas dan kualitas usul dan saran
dari siswa terhadap prosedur kegiatan belajar,
-
Kuantitas dan kualitas usul dan saran
siswa terhadap topik - topik pembahasan,
-
Prakarsa siswa dalam menentukan
kelompok kerja, dan
-
Prakarsa siswa dalam mengusulkan sumber
- sumber belajar yang akan
dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.
(3) Keberanian dan keinginan
siswa untuk ikut serta dalam proses pembelajaran, meliputi antara lain:
-
Kesediaan siswa dalam mencari dan
menyediakan sumber belajar yang
dibutuhkan dalam proses
pembelajaran,
-
Kesediaan siswa untuk mengerjakan
tugas-tugas belajar yang ada dalam
proses pembelajaran, dan
-
Kuantitas dan kualitas untuk berbuat
dan menghasilkan lebih daripada yang diharapkan.
(4) Usaha dan kreativitas
siswa dalam proses pembelajaran meliputi antara lain:
-
Kuantitas dan kualitas usaha yang
dilakukan siswa dalam mencari dan
menemukan sumber-sumber belajar
yang ditentukan,
-
Kuantitas dan kualitas yang diajukan
siswa dalam memecahkan permasalahan yang ada dalam proses pembelajaran, dan
-
Keberanian siswa untuk memilih cara
kerja yang berbeda dari cara kerja yang telah ditentukan guru.
(5) Keingintahuan yang ada
pada diri siswa, meliputi antara lain:
-
Kuantitas dan kualitas pertanyaan
yang di ajukan kepada guru,
-
Kuantitas dan kualitas pertanyaan
yang menyimpang dari topik bahasan, dan
-
Kuantitas dan kualitas pertanyaan
yang mengarah kepada penjelasan
masalah - masalah yang ada
pada topik.
(6) Rasa lapang dan bebas
yang ada pada diri siswa, meliputi antara lain:
-
Sebaran siswa yang mengemukakan usul
dan saran,
-
Kuantitas dan kualitas respons guru terhadap usul dan saran siswa,
serta
-
Penerimaan guru terhadap usul dan
saran yang menyimpang.
(7) Kuantitas dan kualitas
usaha yang dilakukan guru dalam membina dan mendorong keaktifan siswa, meliputi
antara lain:
-
Kuantitas dan kualitas yang diberikan
oleh guru atas pernyataan dan jawaban siswa,
-
Kuantitas kesempatan yang diberikan
kepada siswa untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan
secara tuntas.
(8) Kuantitas guru sebagai
inovator dan fasilitator, meliputi antara lain:
-
Kuantitas dan kualitas sumber - sumber belajar baru yang disediakan
oleh
guru,
-
Kemauan guru menyediakan sumber - sumber
belajar yang dibutuhkan siswa dalam belajar,
-
Kemauan dan kesediaan guru untuk
membantu siswa yang membutuhkan, serta
-
Kuantitas dan kualitas guru dalam
menggunakan cara pembelajaran yang
baru.
(9) Tingkat sikap guru
yang tidak mendominasi dalam proses pembelajaraan yang
meliputi antara lain :
-
Kuantitas dalam menentukan bentuk dan
jenis kegiatan belajar yang
dilakukan oleh guru,
-
Kuantitas jawaban yang diberikan oleh
guru dalam menjawab pertanyaan
siswa.
(10) Kuantitas dan
kualitas metode dan media yang dimanfaatkan guru dalam proses pembelajaran,
meliputi antara lain:
-
Fleksibilitas penerapan strategi dan
metode pengajaran,
-
Kuantitas jenis-jenis kegiatan / keterampilan
yang dilibatkan dalam
penggunaan media.
(11) Keterkaitan guru
program pembelajaran, meliputi antara lain:
-
Keterkaitan guru terhadap tujuan yang
dirumuskan dalam program
pembelajaran,
-
Keterkaitan guru terhadap prosedur
pembelajaran yang ditetapkan dalam
program pembelajaran,dan
-
Keterkaitan guru terhadap sumber
belajar yang telah ditetapkan dalam program pembelajaran.
(12) Variasi interaksi
guru - siswa dalam pembelajaran, meliputi :
- Kuantitas interaksi searah guru - siswa,
- Kuantitas interaksi dua arah guru - siswa,
- Kuantitas interaksi dua arah guru - siswa
dan siswa - siswa, serta
- Kuantitas interaksi multi - arah guru - siswa
(13) Kegiatan dan
kegembiraan siswa dalam belajar, meliputi antara lain:
- Kuantitas siswa yang mencatat informasi / pesan
yang disajikan guru.
- Kuantitas siswa yang mengganggu belajar
siswa lain.
Dari rambu-rambu yang diuraikan sebelumnya, kita dapat
melihat bahwa rambu - rambu tersebut berada dalam suatu rentangan. Contoh visualisasi
rentangan rambu - rambu kuantitas siswa yang mencatat informasi / pesan yang
disajikan guru adalah :
1
2 3 4
sedikit sekali sedikit banyak banyak sekali
Di mana :
Sedikit sekali : 1 - 25%
dari jumlah siswa
Sedikit :
26 - 50% dari jumlah siswa
Banyak :
51 - 75% dari jumlah siswa
Banyak sekali : 76 - 99%
dari jumlah siswa
Rambu-rambu CBSA tersebut, akan dapat digunakan untuk mengetahui
kadar ke-CBSA-an suatu proses pembelajaran apa bila dirumuskan kembali ke dalam
bentuk panduan observasi atau instrumen yang lain. Panduan observasi atau
instrumen yang digunakan untuk menentukan kadar CBSA dari suatu program / proses pembelajaran, dapat diarahkan untuk keperluan
klasikal perseorangan.
DAFTAR PUSTAKA
Cony Semiawan,dkk.. 1986.
Pendekatan Keterampilan Proses : Bagaimana Siswa
dalam Belajar?. Jakarta :
PT Gramedia.
Davies, Ivor K.,
penerjemah: Sudarsono Sudirjo dkk. 1987. Pengelolaan Belajar.
Jakarta: PAU-UT dan CV
Rajawali.
Depdibud.1986a. Kurikulum
: Landasan, Program dan Pengembangan. Jakarta :
Depdikbud.
Depdibud.1986a. Kurikulum
: Pedoman Proses Belajar Mengajar. Jakarta :
Depdikbud.
Funk, James H.dkk.. 1985.
Learning Science Process Skills. Iowa : Kendal / Hunt
Publishing Company.
Gage, N.L. dan David C.
Berliner. 1984. Educational Psychology. Chicago : Rand
McNally College Publishing
Company.
Joni, T. Raka. 1992.
Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah melalui
Strategi Pembelajaran
Aktif ( Cara Belajar Siswa Aktif )
1 comments:
Thanks gan artikel nya sangat bermanfaat sekali
Posting Komentar