Pages

Sabtu, 07 Januari 2012

PENDEKATAN CARA BELAJAR SISWA AKTIF




Latar Belakang
Penyelenggaraan pembelajaran merupakan salah satu tugas utama guru, di mana pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditunjukkan untuk membelajarkan siswa. Untuk dapat membelajarkan siswanya, salah satu cara yang dapat ditempuh oleh guru ialah dengan menerapkan pendekatan CBSA dan pendekatan keterampilan proses (PKP) dalam proses pembelajaran. Baik CBSA maupun PKP merupakan pendekatan pembelajaran yang tersurat dan tersirat dalam kurikulum yang berlaku.

Anda sebagai seorang calon guru, tentunya berkepentingan untuk mengetahui apa dan bagaimana pula PKP. Sebagai calon tenaga profesional, Anda tentunya bertanya mengapa CBSA dan PKP?

A.     Pengertian Pendekatan CBSA
Setiap proses pembelajaran pasti menampakkan keaktifan orang yang belajar atau siswa. Pernyataan ini tidak dapat kita bantah atau kita tolak kebenarannya. Adanya kenyataan ini, menyebabkan sulitnya mendifinisikan pengertian pendekatan CBSA secara tepat. Kepastian adanya keaktifan siswa dalam setiap proses pembelajaran, memberikan kepastian kepada kita bahwa pendekatan CBSA bukanlah suatu hal yang dikotomis. Hal ini berarti, setiap peristiwa pembelajaran yang diselengarakan oleh guru dapat dipastikan adanya penerapan pendekatan CBSA dan tidak mungkin tidak terjadi penerapan pendekatan CBSA dalam peristiwa pembelajaran.

Keaktifan siswa dalam peristiwa pembelajaran mengambil beraneka bentuk kegiatan, dari kegiatan fisik yang mudah diamati sampai kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik yang dapat diamati di antaranya dalam bentuk kegiatan membaca, mendengarkan, menulis, meragakan, dan mengukur. Sedangkan contoh-contoh kegiatan psikis seperti mengingat kembali isi pelajaran pertemuan sebelumnya, menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, menyimpulkan hasil eksperimen, membandingkan satu konsep dengan konsep yang lain, dan kegiatan psikis lainya. Namun demikian, semua kegiatan tersebut harus dapat dipulangkan kepada suatu karakteristik, yaitu keterlibatan intelektual - emosional siswa dalam kegiatan pembelajaaran. Keterlibatan tersebut terjadi pada waktu kegiatan kognitif dalam pencapaian atau perolehan pengetahuan, pada saat siswa mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan, dan sewaktu siswa menghayati dan menginternalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai. Dengan kata lain, keaktifan dalam pendekatan CBSA menunjukan kepada keaktifan mental, baik intelektual maupaun emosional, meskipun keterlibatan langsung dalam berbagai bentuk keaktifan fisik.

Berdasarkan uraian dalam dua alenia sebelumnya, dapatlah kiranya kita mengambil kesimpulan mengenai pengertian pendekatan CBSA. Di mana pendekatan CBSA dapat diartikan sebagai anutan pembelajaran yang mengarah kepada pengoptimalisasian pelibatan intelektual - emosional siswa dalam proses pembelajaran, dengan pelibatan fisik siswa apabila diperlukan. Pelibatan intelektual – emosional / fisik siswa serta optimalisasi dalam belajar memperoleh dan memproses perolehan belajarnya tentang pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai.

B.     Rasionalisasi CBSA Dalam Pembelajaran
Kita telah memasuki ambang “masyarakat belajar”, yaitu masyarakat  yang menghendaki pendidikan masa seumur hidup. Untuk mempersiapkan siswa menghadapi hal tersebut, kita perlu memikirkan jawaban atas pertanyaan : Cara-cara bagaimana siswa memperoleh dan meresapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi kebutuhannya? Dengan kata lain, guru hendaknya tidak hanya menyibukan dirinya dengan penting dari pada itu, guru hendakanya memikirkan cara siswa belajar.
Untuk menjawab permasalahan yang terkandung dalam pertanyaan di atas, perlu kiranya mengkaji konsep belajar. John Dewy misalnya menekankan bahwa : “Oleh karena belajar menyangkut apa yang harus dikerjakan murid - murid untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari murid - murid sendiri. Guru adalah pembimbing dan pengarah, yang mengemudikan perahu, tetapi tenaga untuk menggerakkan perahu tersebut haruslah berasal dari murid yang belajar”.

Sedangkan Gage dan Berliner secara sederhana mengungkapkan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang membuat seseorang mengalami perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman yang diperolehnya.

Dari batasan belajar yang dikemukakan oleh Dewey serta Gage dan Berliner, kita dapat menandai bahwa belajar merupakan suatu proses yang melibatkan manusia secara orang per orang sebagai satu kesatuan organisasi sehingga terjadi perubahan pada pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya. Dengan demikian, dalam belajar orang tidak mungkin melimpahkan tugas - tugas belajarnya kepada orang lain. Orang yang belajar adalah orang yang mengalami sendiri proses belajar.

Walaupun telah lama kita menyadari bahwa belajar memerlukan keterlibatan secara aktif orang yang belajar, kenyataan masih menunjukan kecenderungan yang berbeda. Dalam proses pembelajaran masih tampak adanya kecenderungan meminimalkan peran dan keterlibatan siswa. Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa lebih banyak berperan dan terlibat secara pasif, mereka lebih banyak menunggu sajian dari guru dari pada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang mereka butuhkan. Apabila kondisi proses pembelajaran yang memaksimalkan peran dan keterlibatan guru serta meminimalkan peran dan keterlibatan siswa terjadi pada pendidikan dasar, termasuk pada sekolah dasar akan mengakibatkan sulit tercapainya tujuan pendidikan dasar yakni meletakan dasar yang dapat yang lebih tingi, di samping kemampuan dan kemauan untuk belajar terus - menerus sepanjang hayatnya.

Bertolak dari pemikiran yang terkandung dalam konsepsi pendidikan seumur hidup dan konsepsi belajar serta kenyataan proses  pembelajaran, maka peningkatan penerapan CBSA merupakan kebutuhan yang harus segera dipenuhi. Guru hendaknya tidak lagi mengajar sekedar sebagai kegiatan menyampaikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kepada siswa. Guru hendaknya mengajar untuk membelajarkan siswa dalam konteks belajar bagaimana belajar mencari, menemukan, dan meresapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Dengan penerapan CBSA, siswa diharapkan akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya secara penuh, menyadari dan dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat di sekitaranya. Selain itu, siswa diharapkan lebih terlatih untuk berprakarsa, berfikir secara teratur, kritis, tanggap dan dapat menyelesaikan masalah sehari-sehari, serta  lebih terampil dalam menggali, menjelajah, mencari, dan mengembangkan informasi yang bermakna baginya. Pencapaian keadaan siswa yang diharapkan melalui penerapan CBSA ini, akan memungkinkan pembentukan sebagai “pengabdian abadi pencarian kebenaran ilmu”.

Di sisi yang lain, dengan penerapan CBSA, guru diharapkan bekerja secara profesional, mengajar secara sistemis, dan berdasarkan prinsif didaktif metodik yang berdaya guna dan berhasil guna (efisien dan efektif). Artinya, guru dapat merekayasa sistem pembelajaran yang mereka laksanakan secara sistematis, dengan pemikiran mengapa dan bagaimana menyalenggarakn kegiatan pembelajaran  aktif. Lambat laun penerapan CBSA pada gilirannya akan mencetak guru-guru yang potensial dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan alam dan sosial budaya.


C.     Kadar CBSA Dalam Pembelajaran
            Berdasarkan pembahasan sebelumnya, kita dapat menandai adanya rentangan derajat / kadar ke-CBSA-an dari peristiwa pembelajaran. Rentangan (kontinum) ini terjadi sebagai akibat dari adanya kecenderungan peristiwa pembelajaran, yakni pembelajaran yang berorientasi pada guru dan pembelajaran yang berorientasi pada siswa. CBSA akan lebih tampak dan menunjukkan kadar yang tinggi apabila pembelajaran lebih berorientasi kepada siswa, dan akan terjadi sebaliknya bila arah pembelajaran cenderung berorientasi kepada guru.

Mc Keachie mengemukakan 7 (tujuh) dimensi yang mengakibatkan terjadinya kadar ke-CBSA-an.
Adapun dimensi - dimensi yang dimaksud adalah:
(i)                 Partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran,
(ii)               Tekanan pada aspek afektif dalam belajar,
(iii)             Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, terutama yang berbentuk interaksi  antarsiswa.
(iv)             Kekohesifan (kekompakan) kelas sebagai kelompok,
(v)               Kebebasan  atau lebih tepat kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan - keputusan penting dalam kehidupan sekolah, dan
(vi)             Jumlah waktu yang digunakan untuk menanggulangi masalah pribadi siswa, baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan sekolah / pembelajaran.

Yamamoto meninjau ke-CBSA-an suatu proses pembelajaran dari segi kesadaran siswa dan guru yang terlibat di dalamnya.

Lebih jauh Yamamato mengungkapkan bahwa proses pembelajaran yang optimal terjadi apabila siswa yang belajar maupun guru yang membelajarkan memiliki kesadaran dan kesengajaan terlibat alam proses pembelajaran pada diri siswa dan guru akan dapat memunculkan berbagai interaksi pembelajaran.
Lindgren mengemukakan 4 (empat) kemungkinan interaksi pembelajaran, yakni:
(i)     Interaksi satu arah, di mana guru bertindak sebagai penyampai pesan dan siswa penerima pesan.
(ii)   Interaksi dua arah antara guru siswa, di mana guru memperoleh  
            balikan dari siswa.
(iii)  Interaksi dua arah antara guru siswa, di mana guru mendapat balikan dari siswa. Selain itu, siswa saling berinteraksi atau saling belajar satu dengan yang lain.
(iv) Interaksi optimal antara guru - siswa, dan antara siswa - siswa.

Raka Joni mengungkapakan bahwa sekolah yang ber-CBSA dengan baik mempunyai karakteristik berikut:
(1)   Pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa, sehingga siswa berperan lebih aktif dalam mengembangkan cara-cara belajar mandiri, siswa berperan serta pada perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian proses belajar, pengalaman siswa lebih utamakan dalam memutuskan titik tolak kegiatan.
(2)   Guru adalah pembimbing dalam terjadinya pengalaman belajar, guru bukan satu-satunya sumber informasi, guru merupakan salah satu sumber belajar, yang memberikan peluang bagi siswa agar dapat memperoleh pengetahuan / keterampilan melalui usaha sendiri, dapat mengembangkan motovasi dari dalam dirinya, dan dapat mengembangkan pengalaman untuk membuat suatu karya.
(3)   Tujuan kegiatan tidak hanya untuk sekedar mengejar standar akademis, selain pencapaian standar akademis, kegiatan ditekankan untuk mengembangkan kemampuan siswa secara utuh dan seimbang.
(4)   Pengelolahan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa, dan memperhatikan kemajuan siswa untuk  menguasai konsep -konsep dengan mantap.

(5)   Penilaian, dilaksanakan untuk mengamati dan mengukur kegiatan dan kemajuan siswa, serta mengukur berbagai keterampilan yang dikembangkan misalnya keterampilan berbahasa, keterampilan sosial, keterampilan metematika, dan keterampilan proses dalam IPA dan keterampilan lainnya, serta mengukur hasil belajar siswa.

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat dikatakan secara singkat bahwa kadar CBSA bergantung pada dan dipengaruhi oleh keaktifitasan siswa dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses pembelajaran dan hasil pembelajaran dan hasil pembelajaran. Keaktifitasan siswa diharapkan menampak  secara nyata terutama pada saat pelaksanaan proses pembelajaran, baik secara perorangan ataupun secara kelompok. Keterlibatan secara aktif tersebut mencakup keterlibatan fisik maupun intelektual emosional.

D.     Rambu-Rambu Penyelengaraan CBSA
Hakikat CBSA adalah keterlibatan  intelektual - emosional siswa secara optimal dalam proses pembelajaran; dan setiap proses pembelajaran memiliki kadar CBSA yang berbeda-beda. Agar kita dapat menemukan kadar CBSA dari suatu proses pembelajaran, maka perlu mengenal terlebuh dahulu rambu – rambu penyelenggraan CBSA. Yang dimaksud dengan rambu - rambu CBSA adalah gejala - gejala yang tampak pada perilaku siswa dan guru dalam program maupun dalam proses pembelajaraan.

Rambu-rambu yang dimaksud adalah :
(1) Kuantitas dan kualitas pengalaman yang membelajarkan, meliputi antara lain:
-     Kuantitas dan kualitas aktifitas yang melibatkan siswa uantuk belajar   
      langsung  dari pengalaman belajar yang diciptakan,
-          Kuantitas dan kualitas bahan pembelajaran yang memberikan   pengalaman belajar  kepada siswa untuk memperoleh dan menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan.

(2) Prakarsa dan keberanian siswa dalam mewujudkan minat, keinginan, dan dorongan - dorongan yang ada pada dirinya, meliputi antara lain:
-          Kuantitas dan kualitas usul dan saran dari siswa terhadap bentuk kegiatan belajar yang diamati,
-          Kuantitas dan kualitas usul dan saran dari siswa terhadap prosedur kegiatan belajar,
-          Kuantitas dan kualitas usul dan saran siswa terhadap topik - topik pembahasan,
-          Prakarsa siswa dalam menentukan kelompok kerja, dan
-          Prakarsa siswa dalam mengusulkan sumber - sumber belajar yang akan
      dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.

(3) Keberanian dan keinginan siswa untuk ikut serta dalam proses pembelajaran, meliputi antara lain:
-          Kesediaan siswa dalam mencari dan menyediakan sumber belajar yang  
dibutuhkan dalam proses pembelajaran,
-          Kesediaan siswa untuk mengerjakan tugas-tugas belajar yang ada dalam  
      proses  pembelajaran, dan
-          Kuantitas dan kualitas untuk berbuat dan menghasilkan lebih daripada yang diharapkan.

(4) Usaha dan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran meliputi antara lain:
-          Kuantitas dan kualitas usaha yang dilakukan siswa dalam mencari dan  
            menemukan sumber-sumber belajar yang ditentukan,
-          Kuantitas dan kualitas yang diajukan siswa dalam memecahkan permasalahan yang ada dalam proses pembelajaran, dan
-          Keberanian siswa untuk memilih cara kerja yang berbeda dari cara kerja yang telah ditentukan guru.



(5) Keingintahuan yang ada pada diri siswa, meliputi antara lain:
-          Kuantitas dan kualitas pertanyaan yang di ajukan kepada guru,
-          Kuantitas dan kualitas pertanyaan yang menyimpang dari topik bahasan, dan
-          Kuantitas dan kualitas pertanyaan yang mengarah kepada penjelasan  
masalah - masalah yang ada pada topik.

(6) Rasa lapang dan bebas yang ada pada diri siswa, meliputi antara lain:
-          Sebaran siswa yang mengemukakan usul dan saran,
-          Kuantitas dan kualitas  respons guru terhadap usul dan saran siswa, serta
-          Penerimaan guru terhadap usul dan saran yang menyimpang.

(7) Kuantitas dan kualitas usaha yang dilakukan guru dalam membina dan mendorong keaktifan siswa, meliputi antara lain:
-          Kuantitas dan kualitas yang diberikan oleh guru atas pernyataan dan jawaban siswa,
-          Kuantitas kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan secara tuntas.

(8) Kuantitas guru sebagai inovator dan fasilitator, meliputi antara lain:
-          Kuantitas dan kualitas  sumber - sumber belajar baru yang disediakan oleh 
guru,
-          Kemauan guru menyediakan sumber - sumber belajar yang dibutuhkan siswa dalam belajar,
-          Kemauan dan kesediaan guru untuk membantu siswa yang membutuhkan,  serta
-          Kuantitas dan kualitas guru dalam menggunakan cara pembelajaran yang  
baru.



(9) Tingkat sikap guru yang tidak mendominasi dalam proses pembelajaraan yang  
      meliputi antara lain :
-          Kuantitas dalam menentukan bentuk dan jenis kegiatan belajar yang
dilakukan oleh guru,
-          Kuantitas jawaban yang diberikan oleh guru dalam menjawab pertanyaan   
siswa.

(10) Kuantitas dan kualitas metode dan media yang dimanfaatkan guru dalam proses pembelajaran, meliputi antara lain:
-          Fleksibilitas penerapan strategi dan metode pengajaran,
-          Kuantitas jenis-jenis kegiatan / keterampilan yang dilibatkan dalam
            penggunaan media.

(11) Keterkaitan guru program pembelajaran, meliputi antara lain:
-          Keterkaitan guru terhadap tujuan yang dirumuskan dalam program
pembelajaran,
-          Keterkaitan guru terhadap prosedur pembelajaran yang ditetapkan dalam
program pembelajaran,dan
-          Keterkaitan guru terhadap sumber belajar yang telah ditetapkan dalam program pembelajaran.

(12) Variasi interaksi guru - siswa dalam pembelajaran, meliputi :
-   Kuantitas interaksi searah guru - siswa,   
-   Kuantitas interaksi dua arah guru - siswa,
-   Kuantitas interaksi dua arah guru - siswa dan siswa - siswa, serta
-   Kuantitas interaksi multi - arah guru - siswa

(13) Kegiatan dan kegembiraan siswa dalam belajar, meliputi antara lain:
-   Kuantitas siswa yang mencatat informasi / pesan yang disajikan guru.
-   Kuantitas siswa yang mengganggu belajar siswa lain.
Dari rambu-rambu yang diuraikan sebelumnya, kita dapat melihat bahwa rambu - rambu tersebut berada dalam suatu rentangan. Contoh visualisasi rentangan rambu - rambu kuantitas siswa yang mencatat informasi / pesan yang disajikan guru adalah :

1                                2                              3                            4         
 

sedikit sekali          sedikit           banyak                 banyak sekali

Di mana :
Sedikit sekali   :  1 - 25% dari jumlah siswa
Sedikit             :  26 - 50% dari jumlah siswa
Banyak            :  51 - 75% dari jumlah siswa
Banyak sekali  :  76 - 99% dari jumlah siswa

Rambu-rambu CBSA tersebut, akan dapat digunakan untuk mengetahui kadar ke-CBSA-an suatu proses pembelajaran apa bila dirumuskan kembali ke dalam bentuk panduan observasi atau instrumen yang lain. Panduan observasi atau instrumen yang digunakan untuk menentukan kadar CBSA dari suatu program /  proses pembelajaran, dapat diarahkan untuk keperluan klasikal perseorangan.        










DAFTAR PUSTAKA


Cony Semiawan,dkk.. 1986. Pendekatan Keterampilan Proses : Bagaimana Siswa
dalam Belajar?. Jakarta : PT Gramedia.

Davies, Ivor K., penerjemah: Sudarsono Sudirjo dkk. 1987. Pengelolaan Belajar.
Jakarta: PAU-UT dan CV Rajawali.

Depdibud.1986a. Kurikulum : Landasan, Program dan Pengembangan. Jakarta :
Depdikbud.

Depdibud.1986a. Kurikulum : Pedoman Proses Belajar Mengajar. Jakarta :
Depdikbud.

Funk, James H.dkk.. 1985. Learning Science Process Skills. Iowa : Kendal / Hunt
Publishing Company.

Gage, N.L. dan David C. Berliner. 1984. Educational Psychology. Chicago : Rand
McNally College Publishing Company.

Joni, T. Raka. 1992. Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah melalui
Strategi Pembelajaran Aktif ( Cara Belajar Siswa Aktif )

1 comments:

Loker Pasuruan mengatakan...

Thanks gan artikel nya sangat bermanfaat sekali

Posting Komentar